Oktober 2001, Margaret Deefholts sedang berada di India. Sebelumnya ia sudah mendengar kisah tentang seorang sufi muslim yang hidup enam abad sebelumnya di sebuah desa kecil bernama Shivapur, sekitar 180 km dari Mumbai. Jadi ia datang untuk mengetahui lebih banyak mengenai misteri yang tercipta enam abad lalu oleh sang sufi, yaitu misteri batu melayang Shivapur.
Dalam perjalanan menuju Shivapur, Margaret berusaha mengingat kembali kisah yang pernah ia dengar.
Seorang bernama Qamar Ali Darvesh lahir enam abad yang lalu di keluarga muslim kelas menengah yang bangga dengan kekuatan otot mereka. Namun Qamar Ali tidak seperti saudaranya yang agresif. Ia memiliki karakter yang lembut dan introspektif. Ketika umurnya hampir enam tahun, ia menjadi murid seorang Sufi yang tinggal di dekat rumahnya. Demikianlah Qamar Ali menghabiskan hari-harinya untuk berpuasa dan merenung. Tidak butuh waktu lama sampai pintu rumah Qamar Ali dibanjiri oleh masyarakat yang ingin didoakan dan disembuhkan.
Qamar Ali tidak berumur panjang. Ia meninggal pada saat usianya masih muda. Sementara ia berbaring menunggu ajal di tempat tidurnya, ia meminta agar sebuah batu seberat 70 kilogram ditempatkan di dekat kuburannya. Menurut legenda, Qamar Ali mengucapkan kalimat ini,"Jika sebelas pria menaruh telunjuk mereka dibawah batu dan secara bersamaan memanggil namaku, maka batu itu akan terangkat melebihi kepala mereka. Jika tidak, maka mereka tidak akan sanggup mengangkat batu itu bahkan walaupun hanya setengah meter dari tanah."
Qamar Ali kemudian berkata kepada saudaranya,"Biarlah hal ini menjadi sebuah simbol, sebuah pengingat bahwa kekuatan spiritual lebih penting dibanding dengan kekuatan otot. Sama seperti Allah yang pengasih menyayangimu, maka demikianlah juga engkau harus menyayangi semua orang dari semua kasta dan kepercayaan. Karena kita semua adalah saudara didalam perjalanan yang sama. Ingatlah akan hal ini ketika engkau meneriakkan namaku dan mengangkat batu itu."
Margaret begitu terkesan dengan kepribadian Qamar Ali sehingga ia memutuskan untuk mengadakan perjalanan ini. Apakah legenda ini benar-benar nyata ? Apakah pesan Qamar Ali masih memiliki kekuatan hingga saat ini ?
Mobil yang ditumpangi Margaret mulai memasuki wilayah Shivapur yang berdebu. Ia telah mengadakan perjalanan selama empat jam dari Mumbai melewati Pune. Sepanjang jalan yang dilaluinya, ia melihat sekumpulan sapi dan ternak yang dibiarkan bebas berkeliaran, wanita-wanita India yang sedang mencuci baju di sungai dan ayam-ayam yang bergerombol. Kehidupan di wilayah ini begitu sederhana, pikirnya.
Akhirnya, Mobil yang ditumpangi Margaret membelok dan masuk ke sebuah kompleks bangunan. Ia sudah sampai.
Sampai di pintu peziarahan, Margaret hanya melihat ada sebuah kotak sumbangan yang diletakkan di depan. Tidak ada tiket masuk, tidak ada panitia penyambutan. Semuanya begitu sederhana. Di ujung peziarahan, Margaret melihat sebuah bangunan indah namun bersahaja. Mesjid kubah marmer Qamar Ali Darvesh.
Margaret merasakan rasa antusiasnya mulai bangkit. Ia telah mengadakan perjalanan panjang dari Kanada ke India, setengah putaran bumi hanya untuk melihat batu Qamar Ali melayang diudara. Bagi Margaret, bagaimanapun juga, figur Qamar Ali adalah figur yang misterius. Kisah mengenainya hanya bertahan lewat legenda dan cerita mulut ke mulut.
Tidak berapa lama kemudian, seorang pria keluar dari bangunan yang lain dan menyambut Margaret. Ia mengenakan tutup kepala seperti peci berwarna putih dan mengajak Margaret dan penerjemahnya memasuki kantornya yang kecil namun bersih. Pria itu adalah mullah pengurus peziarahan. ia terlihat cukup bersahabat. Lalu ia bercerita dengan semangat bahwa beberapa waktu yang lalu beberapa jurnalis dari jepang juga datang dan menghabiskan waktu beberapa minggu untuk menyelidiki fenomena batu melayang. Sambil tertawa, ia berkata," Dan mereka juga terheran-heran."
Qamar Ali adalah seorang yang hidup selibat, tidak menikah. Jadi wanita tidak diijinkan masuk ke dalam kompleks kuburannya. Margaret harus puas dengan hanya melihat dari jauh. Dari sebuah jendela, Margaret bisa melihat sebuah kuburan yang dihiasi oleh rajutan berwarna emas dan kain putih. Bau wangi tercium dari tempat itu. Kemudian Margaret berjalan melewati kompleks itu bersama penerjemahnya, Viney. Dan di sisi lain dari kuburan itu, ia melihat sebuah batu bulat besar tergeletak dilapangan kecil.
Margaret berpikir sejenak, lalu menghampiri mullah penjaga dan berkata. "Bagaimana kalau orang yang mengangkat batu itu seorang non muslim ? Bagaimana jika ada lebih dari sebelas orang ? Bagaimana jika keseluruhan tangan yang digunakan dan bukan hanya telunjuk ? Dan bagaimana jika yang diteriakkan adalah kalimat yang lain seperti "Tamar Wali Arvesh ?"
Mullah tersenyum mendengar antusiasnya Margaret, lalu menjawab,"Aku bisa mengatakan kepadamu bahwa tidak ada satupun yang bisa berhasil." Ia berhenti sebentar, lalu melanjutkan, "Qamar Ali mengajarkan tentang toleransi antar umat beragama. Jadi pria yang mengangkat batu tidak harus beragama islam. Kristen, Hindu, Jaina, Budha, Atheis, Agnostic juga diperbolehkan, namun...."
Mullah itu memandang Margaret dengan tatapan seperti meminta maaf, "Tidak boleh wanita !"
"Satu hal lagi, ketika memanggil nama Qamar Ali Darvesh, ingatlah bahwa kekuatan spiritual lebih penting dibanding kekuatan otot"
Margaret sebenarnya agak kecewa karena ia tidak diijinkan mengangkat batu itu, namun akhirnya ia hanya meminta ijin untuk mengambil foto percobaan itu. Mullah mengangguk memperbolehkan.
Mereka berjalan menghampiri batu itu...
Batu seberat 70 kg yang tergeletak di tengah lapangan...
Margaret diijinkan mendekati batu itu, namun mullah melarangnya menyentuh batu itu.
Mullah menghampiri beberapa orang yang sedang berziarah dan mengajak mereka untuk berpartisipasi. Ia berhasil mengumpulkan 11 pria, termasuk seorang pria muda yang kebingungan karena tiba-tiba diajak oleh mullah. Ada juga dari 11 pria tersebut seorang yang sudah tua. Margaret melihat tongkat ditangannya dan ia merasa bahwa pria tua itu bahkan mungkin tidak bisa mengangkat sehelai kain. Margaret juga meminta Viney, penerjemahnya untuk ikut berpartisipasi.
Mullah meminta seorang pria untuk maju dan memintanya untuk mencoba mengangkat batu itu sendirian. Tentu saja, batu itu tidak terangkat, malahan hampir tidak bergerak dari posisinya.
Sekarang saatnya kesebelas pria itu mencoba seperti yang diajarkan Qamar Ali.
Margaret menarik tangan Viney, lalu berkata,"Viney, aku ingin engkau mengingat apa yang kau rasakan, apakah batu itu bergetar ketika diangkat dan seberapa beratnya ketika ia diangkat."
Kesebelas pria itu menaruh telunjuknya dibawah batu,
"Siaap...."
Mereka berhitung sampai tiga, lalu berteriak ;
"Qamar Ali Darveeeesh !"
Tiba-tiba, batu itu seperti hidup dan kegirangan, terbang ke udara melewati kepala sebelas pria yang telah mengangkatnya. Lalu gravitasi mulai mengambil alih dan batu itu terhujam kembali ke tanah. Viney menoleh ke Margaret dan berkata,"Batu itu tidak bergetar, tapi aku bisa merasakan ia menjadi ringan seperti sebuah potongan gabus."
Mereka mencoba melakukannya untuk kedua kali, sekali lagi batu besar itu melompat ke udara, melayang tinggi dan kemudian jatuh terhempas ke tanah.
Margaret lalu meminta kesebelas pria itu mencoba lagi dengan berbagai variasi. Namun mullah benar, tidak ada satupun yang berhasil.
Mullah tersenyum melihat Margaret yang kebingungan lalu berkata,"Khuda Hafiz", Semoga Allah besertamu. lalu melangkah dengan ringan masuk kedalam kantornya.
Catatan :
Ketika saya membaca kisah batu melayang Shivapur, saya teringat dengan permainan sewaktu SMP. Empat orang dengan telunjuk yang diselipkan di ketiak dan belakang lutut seorang lainnya mampu mengangkat orang itu. Ingat ? Namun saya merasa bahwa kisah ini punya misterinya sendiri karena batu tidak memiliki titik keseimbangan seperti manusia. Lagipula, saya suka dengan pesan yang dibawa oleh Qamar Ali Darvesh sehingga saya memutuskan untuk menulisnya.
sumber : http://xfile-enigma.blogspot.com/2009/08/misteri-batu-melayang-shivapur.html
Dalam perjalanan menuju Shivapur, Margaret berusaha mengingat kembali kisah yang pernah ia dengar.
Seorang bernama Qamar Ali Darvesh lahir enam abad yang lalu di keluarga muslim kelas menengah yang bangga dengan kekuatan otot mereka. Namun Qamar Ali tidak seperti saudaranya yang agresif. Ia memiliki karakter yang lembut dan introspektif. Ketika umurnya hampir enam tahun, ia menjadi murid seorang Sufi yang tinggal di dekat rumahnya. Demikianlah Qamar Ali menghabiskan hari-harinya untuk berpuasa dan merenung. Tidak butuh waktu lama sampai pintu rumah Qamar Ali dibanjiri oleh masyarakat yang ingin didoakan dan disembuhkan.
Qamar Ali tidak berumur panjang. Ia meninggal pada saat usianya masih muda. Sementara ia berbaring menunggu ajal di tempat tidurnya, ia meminta agar sebuah batu seberat 70 kilogram ditempatkan di dekat kuburannya. Menurut legenda, Qamar Ali mengucapkan kalimat ini,"Jika sebelas pria menaruh telunjuk mereka dibawah batu dan secara bersamaan memanggil namaku, maka batu itu akan terangkat melebihi kepala mereka. Jika tidak, maka mereka tidak akan sanggup mengangkat batu itu bahkan walaupun hanya setengah meter dari tanah."
Qamar Ali kemudian berkata kepada saudaranya,"Biarlah hal ini menjadi sebuah simbol, sebuah pengingat bahwa kekuatan spiritual lebih penting dibanding dengan kekuatan otot. Sama seperti Allah yang pengasih menyayangimu, maka demikianlah juga engkau harus menyayangi semua orang dari semua kasta dan kepercayaan. Karena kita semua adalah saudara didalam perjalanan yang sama. Ingatlah akan hal ini ketika engkau meneriakkan namaku dan mengangkat batu itu."
Margaret begitu terkesan dengan kepribadian Qamar Ali sehingga ia memutuskan untuk mengadakan perjalanan ini. Apakah legenda ini benar-benar nyata ? Apakah pesan Qamar Ali masih memiliki kekuatan hingga saat ini ?
Mobil yang ditumpangi Margaret mulai memasuki wilayah Shivapur yang berdebu. Ia telah mengadakan perjalanan selama empat jam dari Mumbai melewati Pune. Sepanjang jalan yang dilaluinya, ia melihat sekumpulan sapi dan ternak yang dibiarkan bebas berkeliaran, wanita-wanita India yang sedang mencuci baju di sungai dan ayam-ayam yang bergerombol. Kehidupan di wilayah ini begitu sederhana, pikirnya.
Akhirnya, Mobil yang ditumpangi Margaret membelok dan masuk ke sebuah kompleks bangunan. Ia sudah sampai.
Sampai di pintu peziarahan, Margaret hanya melihat ada sebuah kotak sumbangan yang diletakkan di depan. Tidak ada tiket masuk, tidak ada panitia penyambutan. Semuanya begitu sederhana. Di ujung peziarahan, Margaret melihat sebuah bangunan indah namun bersahaja. Mesjid kubah marmer Qamar Ali Darvesh.
Margaret merasakan rasa antusiasnya mulai bangkit. Ia telah mengadakan perjalanan panjang dari Kanada ke India, setengah putaran bumi hanya untuk melihat batu Qamar Ali melayang diudara. Bagi Margaret, bagaimanapun juga, figur Qamar Ali adalah figur yang misterius. Kisah mengenainya hanya bertahan lewat legenda dan cerita mulut ke mulut.
Tidak berapa lama kemudian, seorang pria keluar dari bangunan yang lain dan menyambut Margaret. Ia mengenakan tutup kepala seperti peci berwarna putih dan mengajak Margaret dan penerjemahnya memasuki kantornya yang kecil namun bersih. Pria itu adalah mullah pengurus peziarahan. ia terlihat cukup bersahabat. Lalu ia bercerita dengan semangat bahwa beberapa waktu yang lalu beberapa jurnalis dari jepang juga datang dan menghabiskan waktu beberapa minggu untuk menyelidiki fenomena batu melayang. Sambil tertawa, ia berkata," Dan mereka juga terheran-heran."
Qamar Ali adalah seorang yang hidup selibat, tidak menikah. Jadi wanita tidak diijinkan masuk ke dalam kompleks kuburannya. Margaret harus puas dengan hanya melihat dari jauh. Dari sebuah jendela, Margaret bisa melihat sebuah kuburan yang dihiasi oleh rajutan berwarna emas dan kain putih. Bau wangi tercium dari tempat itu. Kemudian Margaret berjalan melewati kompleks itu bersama penerjemahnya, Viney. Dan di sisi lain dari kuburan itu, ia melihat sebuah batu bulat besar tergeletak dilapangan kecil.
Margaret berpikir sejenak, lalu menghampiri mullah penjaga dan berkata. "Bagaimana kalau orang yang mengangkat batu itu seorang non muslim ? Bagaimana jika ada lebih dari sebelas orang ? Bagaimana jika keseluruhan tangan yang digunakan dan bukan hanya telunjuk ? Dan bagaimana jika yang diteriakkan adalah kalimat yang lain seperti "Tamar Wali Arvesh ?"
Mullah tersenyum mendengar antusiasnya Margaret, lalu menjawab,"Aku bisa mengatakan kepadamu bahwa tidak ada satupun yang bisa berhasil." Ia berhenti sebentar, lalu melanjutkan, "Qamar Ali mengajarkan tentang toleransi antar umat beragama. Jadi pria yang mengangkat batu tidak harus beragama islam. Kristen, Hindu, Jaina, Budha, Atheis, Agnostic juga diperbolehkan, namun...."
Mullah itu memandang Margaret dengan tatapan seperti meminta maaf, "Tidak boleh wanita !"
"Satu hal lagi, ketika memanggil nama Qamar Ali Darvesh, ingatlah bahwa kekuatan spiritual lebih penting dibanding kekuatan otot"
Margaret sebenarnya agak kecewa karena ia tidak diijinkan mengangkat batu itu, namun akhirnya ia hanya meminta ijin untuk mengambil foto percobaan itu. Mullah mengangguk memperbolehkan.
Mereka berjalan menghampiri batu itu...
Batu seberat 70 kg yang tergeletak di tengah lapangan...
Margaret diijinkan mendekati batu itu, namun mullah melarangnya menyentuh batu itu.
Mullah menghampiri beberapa orang yang sedang berziarah dan mengajak mereka untuk berpartisipasi. Ia berhasil mengumpulkan 11 pria, termasuk seorang pria muda yang kebingungan karena tiba-tiba diajak oleh mullah. Ada juga dari 11 pria tersebut seorang yang sudah tua. Margaret melihat tongkat ditangannya dan ia merasa bahwa pria tua itu bahkan mungkin tidak bisa mengangkat sehelai kain. Margaret juga meminta Viney, penerjemahnya untuk ikut berpartisipasi.
Mullah meminta seorang pria untuk maju dan memintanya untuk mencoba mengangkat batu itu sendirian. Tentu saja, batu itu tidak terangkat, malahan hampir tidak bergerak dari posisinya.
Sekarang saatnya kesebelas pria itu mencoba seperti yang diajarkan Qamar Ali.
Margaret menarik tangan Viney, lalu berkata,"Viney, aku ingin engkau mengingat apa yang kau rasakan, apakah batu itu bergetar ketika diangkat dan seberapa beratnya ketika ia diangkat."
Kesebelas pria itu menaruh telunjuknya dibawah batu,
"Siaap...."
Mereka berhitung sampai tiga, lalu berteriak ;
"Qamar Ali Darveeeesh !"
Tiba-tiba, batu itu seperti hidup dan kegirangan, terbang ke udara melewati kepala sebelas pria yang telah mengangkatnya. Lalu gravitasi mulai mengambil alih dan batu itu terhujam kembali ke tanah. Viney menoleh ke Margaret dan berkata,"Batu itu tidak bergetar, tapi aku bisa merasakan ia menjadi ringan seperti sebuah potongan gabus."
Mereka mencoba melakukannya untuk kedua kali, sekali lagi batu besar itu melompat ke udara, melayang tinggi dan kemudian jatuh terhempas ke tanah.
Margaret lalu meminta kesebelas pria itu mencoba lagi dengan berbagai variasi. Namun mullah benar, tidak ada satupun yang berhasil.
Mullah tersenyum melihat Margaret yang kebingungan lalu berkata,"Khuda Hafiz", Semoga Allah besertamu. lalu melangkah dengan ringan masuk kedalam kantornya.
Catatan :
Ketika saya membaca kisah batu melayang Shivapur, saya teringat dengan permainan sewaktu SMP. Empat orang dengan telunjuk yang diselipkan di ketiak dan belakang lutut seorang lainnya mampu mengangkat orang itu. Ingat ? Namun saya merasa bahwa kisah ini punya misterinya sendiri karena batu tidak memiliki titik keseimbangan seperti manusia. Lagipula, saya suka dengan pesan yang dibawa oleh Qamar Ali Darvesh sehingga saya memutuskan untuk menulisnya.
sumber : http://xfile-enigma.blogspot.com/2009/08/misteri-batu-melayang-shivapur.html